BUDAK-BUDAK WANITA DAN HAK MEREKA DALAM ISLAM

Oleh Susan Stephan

Berikut ini adalah sebuah pernyataan yang disebarkan seorang mu’allaf Australia yang tergabung dalam sebuah klub bernama “Islamic Sisterhood.” Ini sebuah klub yang terdiri dari mu’allaf-mu’allaf wanita bule. Mu’allaf ini ketemu ayat dalam Qur’an yang mensahkan lelaki Muslim untuk menjadikan tahanan perang wanita sebagai budak mereka (yang dimiliki tangan kananmu) dan juga berhak MEMPERKOSA mereka. Si mu’allaf menjadi “bingung” membaca ayat ini. Ia mencoba melihat sisi positif dari ayat tersebut.

Klub Islamic Sisterhood itu memiliki 700 anggota. Mereka semuanya adalah produk demokrasi Barat, namun tidak seorangpun dari mereka mengutuk kelakuan pengikut Muhammad yang dianggap mengikuti ‘Hukum Allah.’ Rupanya Islam sudah merasuki jalan pikir mereka sampai pemerkosaan budak saja mereka anggap lumrah! Wanita-wanita “yang dimiliki tangan kananmu” adalah budak TANPA hak apapun dan harus siap sedia memenuhi kebutuhan seks majikan mereka. Kelakuan macam itu dijaman ini oleh Konvensi Jenewa dianggap sebagai: kejahatan perang.

Tentang Budak Wanita dan Kepemilikan Tangan Kanan:

QS 33 Al-‘Aĥzāb 52
Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.

Tafsir ayat ini diambil dari “The Meaning of the Qur’an” karangan Maududi, footnote no. 94:

Ayat-ayat ini menjelaskan mengapa seseorang diijinkan memiliki hubungan senggama dengan gadis-gadis budak selain istri-istri mereka, dan tidak ada pembatasan atas jumlah mereka. Hal yang sama juga dinyatakan dalam: 4 An-Nisā’ 3; 23 Al-Mu’minun 6 dan 70 Al-Ma`arij 30. Dalam semua ayat ini, gadis-gadis budak disebut sebagai kelas terpisah dari istri-istri yang dinikahi dan hak senggama dengan mereka diijinkan. Lebih lagi, 4 An-Nisā’ 3 menetapkan jumlah istri sebagai 4, tetapi Allah tidak menetapkan atau merujuk kepada jumlah gadis budak dalam ayat-ayat lainnya. Disini, tentunya, Nabi diberitahu: “Adalah sah bagimu untuk mengambil wanita-wanita lain dalam perkawinan, atau menceraikan istri-istri yang kamu miliki sekarang dan megnambil istri lain sebagai gantinya; namun budak-budak wanita adalah sah.” Ini tidak menunjukkan pembatasan pada jumlah wanita budak.

Ini, namun, tidak berarti bahwa Hukum Allah memberikan orang kaya kesempatan untuk membeli budak wanita sebanyak mungkin untuk memuaskan nafsu birahi mereka. Inilah bagaimana orang-orang egois mengeksploitasi dan melecehkan hukum. Hukum dibuat bagi kemudahan rakyat; bukan untuk disalahgunakan … Syariat membuat aturan-aturan ini mengingat kondisi manusia dan persyaratan bagi kemudahan manusia …”

QS 70 Al-Ma`ārij 29-30
Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Tafsir ayat ini diambil dari “The Meaning of the Qur’an” karangan Maududi, footnote no. 19:

Kecuali yang berkenaan dengan istri-istri mereka dan para wanita yang secara sah mereka miliki, karena dalam kasus mereka mereka tidak tercela, tetapi mereka yang melampaui ini memang melampaui batas.

“Siapa yang menjaga bagian pribadi mereka”: yang berpantangan dari perzinaan serta dari ketelanjangan dan menunjukkan bagian-bagian pribadi mereka sebelum orang lain. (Untuk penjelasan, lihat 23 Al-Mu’minun 6, 23 Al-Mu’minun 30, 24 An-Nur 32, 33 Al-‘Ahzab 62).

  • Dua kategori wanita dikecualikan dari perintah umum untuk menjaga kemaluan:
  1. Istri-istri,
  2. Wanita-wanita yang sah dimiliki, yaitu budak-budak wanita.

QS 4 An-Nisa’ 24
dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Tafsir ayat ini diambil dari “The Meaning of the Qur’an” karangan Maududi, footnote no. 44:

Dan dilarang untukmu adalah istri menikahi orang lain kecuali mereka yang telah jatuh ke tanganmu (sebagai tawanan perang)

Artinya, para wanita yang menjadi tawanan perang, sementara suami mereka yang tidak percaya ditinggalkan di Zona Perang, tidak melanggar hukum karena ikatan perkawinan mereka putus akibat fakta bahwa mereka telah masuk dari Zona Perang ke Zona Islam. Ini adalah halal untuk menikahi wanita-wanita tersebut, dan juga halal bagi mereka, yang memiliki wanita-wanita tersebut, untuk melakukan hubungan seksual dengan mereka. Namun, bagaimanapun, perbedaan pendapat apakah wanita seperti ini halal, jika suaminya tertangkap bersamanya. Imam Abu Hanifah dan mereka berpendapat dengannya bahwa ikatan pernikahan suami istri macam itu harus tetap utuh tapi Imam Malik dan ‘Syafi’i, berpendapat bahwa hubungan itu harus diputuskan.

Karena adanya banyak salah paham tentang budak-budak wanita yang diambil sebagai tawanan perang, maka beberapa point harus diperhatikan:

(1) Haram bagi seorang tentara untuk mengadakan hubungan seksual dengan seorang tawanan perang begitu ia jatuh di tangannya. Hukum Islam mensyaratkan bahwa wanita-wanita itu harus diserahkan kepada pemerintah, yang memiliki hak untuk membebaskan mereka atau menukarkan mereka dengan tawanan perang Muslim ditangan musuh atau MENDISTRIBUSIKAN mereka (budak-budak wanita itu) diantara para tentara. Adalah sah bagi seorang tentara untuk bersenggama dengan wanita itu jika ia telah diserahkan secara resmi oleh pemerintah Islam tersebut.

(2) Itupun, ia harus tunggu satu bulan untuk memastikan apakah si wanita mengandung atau tidak; kalau tidak, haram untuk bersenggama dengan budak wantia tersebut sebelum ia melahirkan.

(3) Tidak peduli apakah tawanan perang wanita itu adalah anggota Ahli Kitab atau tidak. Apapun agamanya, ia sah bagi lelaki yang mendapatkannya.

(4) Tidak seorangpun selain si majikan yang memiliki hak untuk “menyentuhnya”. Keturunan dari wanita itu dengan majikannya akan menjadi anak-anak sah si lelaki dan memiliki hak-hak yang sama dengan anak-anaknya dari istri-istrinya. Setelah kelahiran anak macam itu, ia tidak bisa dijual sebagai budak lagi dan secara otomatis akan menjadi bebas setelah kematian majikannya.

(5) Jika majikannya menikahi si budak wanita dengan lelaki lain, ia tidak lagi memiliki hak bersenggama atas wanita tersebut, namun hanya hak-hak pelayanan lainnya.

(6) Maksimum batas empat tidak dibatasi bagi budak-budak wanita, seperti dalam hal istri, karena alasan sederhana bahwa jumlah tawanan perang wanita tidak bisa diperkirakan sebelumnya. Tidak adanya batas ini bukan sebuah ijin bagi orang-orang kaya untuk membeli budak-budak wanita untuk tujuan seks.

(7) Hak kepemilikian atas budak lelaki atau wanita sama dengan hak atas harta benda sehingga bisa dipindahkan.

(8) Penyerahan hak kepemilikan atas budak wanita atau lelaki oleh pemerintah menjadikan budak wanita sama sahnya bagi sang lelaki seperti penyerahan wanita bebas kedapa seorang lelaki oleh orang tuanya atau walinya lewat nikah. Oleh karena itu tidak ada alasan mengapa seorang lelaki yang tidak membenci perkawinan harus mengadakan hubungan seksual dengan seorang budak wanita yang tidak disukainya.

(9) Begitu pemerintah menyerahkan tawanan perang wanita kepada seseorang, pemerintah tidak lagi memiliki hak atas dirinya, sebagaimana orang tua atau wali tidak lagi memiliki hak atas wanita yang mereka serahkan lewat nikah.

(10) Harus diperhatikan bahwa jika seorang panglima militer membagi-bagikan secara sementara wanita-wanita tahanan perang diantara para tentara untuk kepentingan seksual atau mengijinkan tentara mengadakan hubungan seksual secara sementara, tindakan ini dianggap sebagai haram dan tidak ada bedanya antara ini dengan zina dan zina adalah dosa dalam Islam.

Leave a comment